Selamat Datang - Sugeng Rawuh - Wellcome - Horas

Jumat, 01 April 2011

Pesawat Listrik Pertama Sukses Terbang

Pesawat listrik pertama Elektra One buatan PC Aero sukses melakukan terbang perdana pada Rabu (23/3/2011) di Jerman. ( Jean-Marie Urlacher / Info-Pilote)
KOMPAS.com — Pesawat listrik sukses melakukan penerbangan yang pertama kali dan memenangi CAFE Green Flight Challenge yang diadakan NASA. Elektra One yang dikembangkan Calin Gologan itu diuji pertama kali oleh pilot Jon Karkow.

Pesawat ini terbang tanpa menggunakan bensin karena 100 persen menggunakan tenaga listrik, dan baru-baru ini pesawat tersebut telah dicoba di Jerman. Untuk pertama kalinya pada Rabu (23/3/2011), Elektra One melayang selama 30 menit. Pesawat dengan awak tunggal itu terbang setinggi 500 meter di udara. Penerbangan itu sangat sunyi karena peran dari motor listrik yang hanya menghabiskan setengah baterai 6 kWh.

Menurut PC-Aero, performa tinggi dari baterai yang dapat diisi ulang itu memberikan ketahanan pesawat untuk terbang lebih dari tiga jam, jarak lebih dari 400 km, dengan kecepatan 160 km per jam. Berat bersih dari pesawat listrik ini sebesar 100 kg dengan berat maksimum yang dapat ditampung sebesar 300 kg.
Minggu berikutnya, Elektra One akan mendapatkan baling-baling dengan variabel baru dan roda landas yang dapat ditarik. Tambahan peralatan ini akan memberikan performa yang lebih baik untuk pesawat listrik ini.
Pesawat hemat energi ini diharapkan akan komersil dengan harga kurang dari 100.000 euro atau sekitar Rp 12 miliar.

Pesawat Elektra One yang diciptakan oleh PC-Aero ikut berkompetisi dan memenangi CAFE Green Flight Challenge yang diadakan NASA. Pertandingan ini bertujuan menciptakan sebuah pesawat terbang yang mampu terbang sejauh 200 mil kurang dari dua jam, menggunakan energi yang setara dengan kurang dari satu galon bensin per penumpang. (National Geographic Indonesia/Arief Sujatmoko)

Kompas.com, Kamis, 31 Maret 2011 | 21:37 WIB Read More..

Sain: Sukses Membuat Sperma di Luar Tubuh

SHUTTERSTOCK - KOMPAS.COM
KOMPAS.com — Peneliti di Yokohama City University berhasil membuat sperma tikus dan menggunakannya untuk menghasilkan keturunan. Ini merupakan sebuah perkembangan yang kelak mungkin dapat menolong pria mandul.

Sperma itu ditumbuhkan di luar tubuh tikus menggunakan jaringan berisi sel induk sperma, disebut spermagonia, yang diambil dari bayi-bayi tikus. Para ilmuwan dari Jepang tersebut lalu mengembangkan sel menjadi sperma menggunakan bahan-bahan kimia yang meniru lingkungan alami tempat mereka tumbuh.
Cairan campuran bahan-bahan kimia tersebut disebut knock out serum replacement (KSR). Formula ini digunakan untuk menjaga agar sel induk tidak berubah. Di sini, Takehiko Ogawa, profesor urologi dari Jepang, mendapati efek yang berlawanan. Ia dan rekan-rekannya mendapati spermagonia berubah menjadi sperma dewasa.

"Kami belum dapat faktor kunci yang membuat KSR bekerja seperti itu," aku Ogawa. "Ini jadi tantangan kami berikutnya. Kami akan menentukan faktor itu dan membuat media yang lebih baik untuk mengembangkan sperma berkualitas," lanjutnya.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada harapan bagi para pria mandul dan bocah lelaki yang sedang menjalani kemoterapi. "Ketika orang sedang dirawat akibat kanker, kemungkinan mereka jadi tak subur sangat besar," urai Martin Dym, profesor biokimia dari Georgetown University.

Pada pria dewasa, menurut Dym yang tidak turut dalam studio, sperma bisa dibekukan sebelum perawatan. "Pada anak-anak, kita tidak bisa melakukan itu. Namun, mereka punya sel testis. Kalau kita bisa kembangkan, mereka bisa digunakan untuk membuat pembuahan di luar rahim," Dym menjelaskan lebih lanjut.

Meski demikian, konsekuensi kesehatan pembuatan sperma di luar tubuh ini masih perlu diperhatikan. Steve Krawetz, profesor kebidanan dan ginekologi dari Wayne State University, mengatakan bahwa pembuatan sperma dari sel batang bisa menghasilkan perubahan pada DNA yang membuat sel rentan terhadap berbagai faktor lingkungan. "Perubahan itu bisa berdampak buruk dan diturunkan pada generasi berikutnya," kata Krawetz.

Walaupun demikian, Krawetz mengakui bahwa sistem ini fantastis. "Ini langkah maju yang besar," katanya. (National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)

Kompas.com, Jumat, 1 April 2011 | 00:15 WIB Read More..